Awal aku mengenalnya dengan Ibu Sherly pada saat aku mendapat undang dari perusahaan tempatku bekerja untuk memberikan penjelasan lengkap mengenai produk yang akan dipesannya.
Sebagai seorang marketing, perusahaan mengutusku aku untuk datang.
Pada awal pertemuan siang itu, aku sama sekali tidak menduga bahwa Ibu Sherly
yang kutemui ternyata pemilik langsung perusahaan. Wajahnya cantik, berkaca
mata dan memiliki kulitnya putih, tubuhnya tinggi langsing (Sekitar 175 cm)
dengan dada yang yang tidak terlalu besar. Bagian pinggulnya yang dibalut span
ketat membuat bentuk pinggangnya yang ramping kian mempesona, juga pantatnya terlihat
sungguh sangat montok, bulat dan masih kencang.
Sepanjang pembicaraan dengannya, konsentrasiku tidak 100%,
melihat gaya bicaranya yang intelek, gerakan bibirnya yang sensual saat sedang
bicara. Di sofa yang berada di ruangannya yang mewah dan lux, kami akhirnya
sepakat mengikat kontrak kerja. Sambil menunggu sekretaris Ibu Sherly membuat
kontrak kerja, kami mengobrol kesana-kemari bahkan sampai ke hal-hal yang agak
pribadi.
Aku berani bicara kearah sana karena Ibu Sherly sendiri yang
memulai. Dari pembicaraan itu, baru kuketahui bahwa usianya sudah tidak muda
lagi hampir 40 tahun tapi masih terlihat awet muda, Ibu Sherly memegang jabatan
sebagai seorang direktur sekaligus pemilik perusahaan menggantikan almarhum
suaminya yang meninggal karena kecelakaan pesawat.
“Pak Andre sendiri umur berapa”, bisiknya dengan nada mesra.
“Saya umur 28 tahun, Bu!” balasku.
“Sudah berkeluarga”, pertanyaannya semakin menjurus, aku
sampai PD sendiri.
“Belum, Bu!”
Tanpa kutanya, Ibu Sherly menerangkan bahwa sejak kematian
suaminya setahun lalu, dia belum mendapatkan penggantinya.
“Ibu masih terlihat cantik, masih terlihat muda, saya rasa
mata lelaki-laki akan berlomba mendapatkan Ibu Sherly”, aku sedikit memujinya.
“Memang, ada benarnya juga yang Bapak Andre ucapkan, tapi
mereka rata-rata juga mengincar kekayaan saya”, nadanya sedikit merendah.
Tiba-tiba terdengar suara ketukan di pintu, Ibu Sherly
bangkit berdiri membukakan pintu, ternyata sekretarisnya telah selesai membuat
kontrak kerjanya.
“Kalau begitu, saya permisi pulang, Bu!, semoga kerjasama
ini dapat bertahan dan saling menguntungkan”, aku segera pamit dan mengulurkan
tangan.
“Semoga saja”, tangannya menyambut uluran tanganku.
“Terima kasih atas kunjungannya, Pak Andre.”
Cukup lama kami bersalaman, aku merasakan kelembutan
tangannya yang bagaikan kain satin, namun sebentar kemudian aku segera menarik
tanganku, takut dikira kurang ajar. Namun naluri laki-lakiku bekerja, dengan
halus aku mulai merancang strategi untuk bisa kesempatan mendekatinya.
“Oh ya, Bu Sherly, sebelum saya lupa, sebagai perkenalan dan
mengawali kerjasama kita, bagaimana kalau Ibu Sherly saya undang untuk makan
malam bersama”, aku mulai memasang umpan.
“Terima kasih”, jawabnya singkat.
“Mungkin lain waktu, saya hubungi Pak Andre, untuk tawaran
ini.”
“Saya tunggu, Bu.. permisi”
Aku tak mau mendesaknya lebih lanjut. Aku segera
meninggalkan kantor Ibu Sherly dengan sejuta pikiran dalam benakku. Sepanjang
perjalanan, aku selalu terbayang kecantikan wajahnya, postur tubuhnya yang
ideal. Ah.. kayaknya semua kriteria cewek idaman ada padanya.
Tak terasa satu bulan sejak pertemuan itu, meskipun aku
sering mampir ke tempat Ibu Sherly dalam kurun waktu tersebut, tapi tidak
kutemui tanda-tanda aku bisa mengajaknya sekedar Dinner. Meskipun hubunganku
dengannya menjadi semakin akrab.
Menginjak bulan ke-2, akhirnya aku bisa mengajaknya dia keluar
sekedar makan malam. Aku ingat sekali waktu itu pas malam Minggu, kami bagai
sepasang kekasih, meskipun pada awalnya dia ngotot ingin menggunakan mobilnya
yang mewah, akhirnya dia bersedia juga menggunakan mobil Avanzaku.
Beberapa kali malam Minggu kami keluar, sungguh aku jadi
bingung sendiri, aku hanya berani menggenggam jarinya saja, itupun aku
gemetaran, degup-degup di jantungku terasa berdetak kencang padahal hubungan
kami sudah sangat dekat, bahkan aku dan dia sama-sama saling memanggil nama
saja, tanpa embel-embel Pak atau Bu.
Sampai pada malam Minggu yang kesekian kalinya, kuberanikan
diri untuk memulainya, waktu itu kami di dalam bioskop. Dalam keremangan, aku
menggenggam jarinya, kuelus dengan mesra, kelembutan jarinya mengantarkan
desiran-desiran aneh di tubuhku, kucoba mencium tangannya pelan, tidak ada
respon, kulepas jemari tangannya dengan lembut. Kurapatkan tubuhku dengan
tubuhnya, kupandangi wajahnya yang sedang serius menatap layar bioskop.
Dengan keberanian yang kupaksakan, kukecup pipinya. Dia
terkejut, sebentar memandangku. Aku berpikir pasti dia akan marah, tapi respon
yang kuterima sungguh membuatku kaget. Dengan tiba-tiba dia memelukku, mulutnya
yang mungil langsung menyambar mulutku dan melumatnya.
Sekian detik aku terpana, tapi segera aku sadar dan balas
melumat bibirnya, ciumannya makin ganas, lidah kami saling membelit mencoba
menelusuri rongga mulut lawan. Sementara tangannya semakin kuat mencengkram
bahuku. Aku mulai beraksi, tanganku bergerak merambat ke punggungnya, kuusap
lembut punggungnya, bibirku yang terlepas menjalar ke lehernya yang jenjang dan
putih, aku menggelitik belakang telinganya dengan lidahku.
“Ibu Sherly, aku sayang kamu”, kubisikkan kalimat mesra di
telinganya.
“Ya Pal Andre, akupun sayang kamu”, suaranya sedikit
mendesah menahan birahinya yang mulai bangkit.
Dan saat tanganku menyusup ke dalam blous satin nya,
erangannya semakin jelas terdengar. Aku merasakan kelembutan buah dadanya,
kenyal. Kupilin halus putingnnya, sementara tanganku yang satunya menelusuri
pinggangnya dan meremas-remas pinggulnya yang sangat bahenol.
Segera kubuka kancing blous bagian depannya, suasana bioskop
yang gelap sangat kontras sekali dengan buah dadanya yang putih. Perlahan
kukeluarkan buah dadanya dari branya, kini di depanku terpampang buah dadanya
yang sangat indah, kucium dan kujilat belahannya, hidungku bersembunyi diantara
belahan dadanya, lidahku yang basah dan hangat terus menciumi sekelilingnya
perlahan naik hingga ke bagian putingnya.
Kuhisap pelan putingnya yang masih terlihat besar dan Panjang,
kugigit lembut, kudorong dengan lidahku. Ibu Sherly semakin meracau. Tanganya
menekan kuat kepalaku saat putingnya kuhisap agak kuat. Sementara aku merasakan
gerakan di celanaku semakin kuat, penisku sudah menegang maksimal.
Tanganku yang satunya sudah bergerak ke bagian pahanya dan masuk
kedalam roknya, sementara mulutku mengisap terus puting buah dadanya kiri dan
kanan. Dan saat jariku sampai di pangkal pahanya, aku menemukan celana
dalamnya. Perlahan jari-jariku masuk lewat celah celana dalamnya, kugeser ke
kiri, akhirnya jari-jariku menemukan rambut kemaluannya yang sangat lebat.
Dengan tak sabar, kugosokkan jariku di klitorisnya sementara
mulutku masih asyik menjilati puting buah dadanya yang semakin mencuat ke atas
pertanda gairahnya sudah memuncak, meskipun jari-jariku sedikit terhalang
celana dalamnya tapi aku masih dapat menggesek klitorisnya, bahkan dengan cepat
kumasukkan jariku ke dalam lubang vaginanya yang terasa agak basah. Jariku
berputar-putar di dalamnya, sampai kutemukan tonjolan lembut bergerigi di dalam
kemaluannya, kutekan dengan lembut G-spotnya itu, kekiri dan kekanan perlahan.
“Anghhhhh..Andreeee.. aku sudah nggak tahan.. Terus Andreee..
ounghhh..” Suaranya makin keras, birahinya sudah dipuncak.
Tangannya menekan bagian kepalaku ke buah dadanya hingga aku
sulit bernafas, sementara tangan yang satunya menekan tanganku yang di
kemaluannya semakin dalam. Akhirnya kurasakan seluruh tubuhnya mengenjang-gejang,
kuhisap kuat puting susunya, kumasukkan jariku semakin dalam.
“Anghhhhh..oungghhh..anghhh….Andreee... aku ke..lu..ar..anghhhh”
Kurasakan jariku hangat dan basah.
Aku hanya bisa diam, menahan tegangnya batang penisku yang
belum terlampiaskan tapi rupanya Ibu Sherly sangat pengertian. Dengan lincahnya
dibukanya reitsleting celanaku, jari-jarinya mencari penisku dan aku segera membantunya
dengan menggerakan sedikit tubuhku. Saat tangannya mendapatkan apa yang
dicarinya, sungguh reaksinya sangat hebat.
“Oh.. besar sekali punya mu Andre”.
Batang penisku yang sudah sedikit kaku perlahan dikocoknya,
aku merasakan nikmat atas perlakuannya, sementara tangannya asyik mengocok
batang penisku, tangan satunya membuka kancing bajuku, mulutnya yang basah
menciumi dadaku dan menjilati putingku, sesekali Ibu Sherly menghisap putingku.
Aliran darahku semakin panas, gairahku makin terbakar. Aku merasakan spermaku
sudah mengumpul di ujung penisku, sementara kepala penisku semakin basah oleh
pelumas yang keluar.
“Ounghhhh….Bu…Sherrlllyyyy…..aku sudah nggak tahan..mauuuu….keluarrr”,
“Tahan sebentar, Andre..”, Ibu Sherly melepaskan jilatan
lidahnya di dadaku dan langsung memasukkan batang penisku ke dalam mulutnya,
aku merasakan kuluman mulutnya yang hangat dan sempit.
Kulihat mulutnya sampai sesak oleh batang penisku. Ibu
Sherly semakin kuat mengocok batang penisku ke dalam mulutnya. Akhirnya kakiku
sedikit mengejang untuk melepaskan cairan spermaku.
“Ibuuu….Sherrllyyy….aakuuuu….mauuuu….keluar..Anghhhh….aaahhhh”
kutarik rambutnya agar menjauh dari batang penisku, tapi Ibu Sherly justru memasukkan
batang penisku makin dalam ke dalam mulutnya, aku sudah tidak bisa lagi menahan
laju cairan spermaku yang akan keluar.
Crott….crottt…crotttt, kulepaskan cairan spermaku kedalam
mulut Bu Sherly dengan sangat banyak mengisi rongga mulutnya.
Ibu Sherly dengan lahap langsung menelannya dan membersihkan
semua sisa cairan yang tertinggal di kepala lubang penisku dengan lidahnya. Aku
menarik nafas panjang mengatur detak jantungku yang tadi sangat cepat. Aku tidak
nyangka cairan spermaku ditelan habis-habis olehnya.
Setelah lampu menyala kembali pertanda pertunjukan telah selesai,
kami sudah rapi kembali. Kulihat jam di pergelangan tanganku menunjukan pukul
10.00 malam. Aku langsung segera mengantarnya pulang, dalam perjalanan kami tak
banyak bicara, kami saling memikirkan kejadian yang baru saja kami alami
bersama.
Sampai di komplek perumahan yang cukup mewah segera memasukan
mobilku didalam garasinya dan malam itu Ibu Sherly sengaja menyuruh aku jangan
pulang dulu karena malam yang semewah itu dia tinggal sendiri hanya ada beberapa
satpam komplek perumahan yang menjaga area komplek.
“Ibu tinggal sendirian dirumah semewah ini”, kataku.
“Iya Andre, hanya ada 2 pembantu aja yang tinggal disini
tapi kalau sore dia minta pulang karena rumahnya tidak jauh dari sini”.
“Kesepian terus dong Bu kalam udah malam”.
“Iya Andre, semenjak suamiku meninggal aku hanya tinggal
sendiri, pingin tenag aja”.
“Tapi kan butuh ketenanga juga lho Bu, pasti ibu pasti butuh
yang kayak tadi kita lakukan didalam bioskop”, pancingku.
“Dasar laki-laki bisa aja, oh ya kamu mau minum apa?” tawanya.
“Ngak usah repot-repot Bu tadi kan udah minum juga”.
“Aku buatkan kopi ya”, kemudian Bu Sherly berjalan
kebelakang sedangkan aku duduk dikursi sofa kamar tamunya.
Hampir 15 meniatan aku menunggu malam itu Bu Sherly ternyata
sudah mengganti pakaianya dengan baju tidur model daster satin berwarna merah
muda tanpa bra dan celana dalam lagi. Kedua mataku tak henti-hentinya memandang
tubuhnya yang membawa secagkir kopi panas.
“Kamu lihat apa sih Andre kayak orang kesurupan aja”, sambil
menaruh secangkir kopi panas dimeja.
“Wo…wow…Bu memang seksi dengan pakaian seperti itu bikin yang
ada didalam calana bangun nih”
“Ya kalau aku dirumah memang seperti ini Andre, emang ada
yang salah”.
“Salah sing ngak Bu, tapi kan ada aku disini nanti kalau ibu
tak perkosa gimana” pacingku sambil bercanda.
“Kalau aku yang memperkosa kamu aku kasih Andre”, begitu Bu
Sherly duduk disebelahku dan belum sempat aku minum kopiku aku langsung terkam
tubuhnya dan kami sudah saling sama-sama berlumatan anatara bibir dan lidah.
“Ounggg….Andree….malam
ini puaskan aku, kita pindah kekamar aja” kemudian aku mengangkat tubuhnya menuju
kamar pribadinya yang sangat luas dan mewah.
Kulihat sebuat ranjang yang besar dan sangat mewah
beralaskan kain sperai berkain satin model pinggiranya seperti rendra-rendra
dan bermotif gambar mawar dan kubaringakan tubuh Bu Sherly disana. Kedua tangannya
langsung membuka kancing bajuku dan celanaku sampai aku dalam hitungan detik
sudah telanjang total, sementara pikiranku semakin bingung, kenapa Ibu Sherly
yang tadinya sedikit kalem bisa berubah ganas begini.
Tapi pikiranku mulai tidak berpikir lagi dengan gairah yang
mulai berkobar di dadaku, terlebih saat tangannya dengan lihai mengusap bagian dadaku. Bagaian seluruh tubuhku dicium dan
dijilatinya dengan penuh nafsu. Bu Sherly sangat licahnya bergulat diatas
ranjang dia seperti pemain film-film bokep yang sering aku lihat. Aku pun tak
mau kalah dengan sigapanya, di ranjangnya yang empuk kami bergulat saling
memilin, melumat, dan saling menghisap.
Kami saling melihat, aku melihat kesempurnaan tubuhnya,
apalagi di daerah selangkangannya yang putih bersih, sangat kontras dengan bulu
kemaluannya yang sangat hitam dan lebat. Dan Bu Sherly memandangi bagian batang penisku yang
mengacung menunjuk langit-langit kamar. Hanya sebentar kami berpandangan, aku
langsung meraih tubuhnya dan menidihnya diatas ranjang.
Kutidih tubuhnya, aku mulai menciumi seluruh tubuhnya,
lidahku menari-nari dari leher sampai ke bagian tubuhnya, kujilati bagian kain
satin dasternya yang masih melekat ditubuhnya. Kuhisap tonjolan puting yang menjeplak diluar kain satin
dasternya, kujilat dan sesekali kugigit dengan mesra sambil kuhisap-hisap. Sementara
tanganku yang lain meremas-remas bagian pinggul dan pantatnya yang sangat
kenyal.
Pergulatan kami semakin panas, kami saling menghisap puting
dada. Saat aku memainkan puting dadanya yang sudah mencuat, lidahnya menjilati
putingku. Aku turun menjilati perutnya, kurasakan juga perutku dijilati dan
akhirnya lidah kami saling menghisap kemaluan. Dengan posisi 69 aku merasakan kehangatan
dibagian kepala penisku dihisap-hisap dan menari-nari didalam mulutnya
sedangkan lidahku tidak mau kalah kujilati bagian lubang vaginanya semakin
dalam masuk dengan lidahku yang telah basah, kuhisap bagian klitorisnya kuat-kuat, kurasakan tubuhnya
bergetar hebat.
Lima belas menit sudah kami saling menghisap, nafsuku yang
sudah di ubun-ubun menuntut penyelesaian. Segera aku membalikkan tubuhku. Kembali
kutindih tubuh Bu Sherly tanpa membuka dasternya dan kami kembali saling
melumat bibir, sementara batang penisku yang sudah basah oleh cairna liurnya
kuarahkan ke celah pahanya, Tubuh kami sudah bersimbah peluh.
Akhirnya tak sabar tangan Bu Sherly segera mengarahkan batang
penisku kelubang vaginanya, setelah sampai di pintu bibir vaginanya, kutekan masuk
penisku dan Bu Sherly segera membuka kedua pahanya lebar-lebar dan batang
penisku langsung melesak masuk ke dalam vaginanya yang sudah sangat becek itu.
Bless…..Kepala penisku sudah berada di dalam vaginanya. terasa
hangat dan seperti digigit. Kutahan penisku didalam vaginanya dulu, aku
menikmati remasan bagian dinding vaginanya. Perlahan semakin kutekan pantatku, penisku
semakin masuk semuanya lebih dalam. Bibirnya dan jilatnya Bu Sherly terus
berada di lenganku saat aku mulai genjot naik turunkan pantatku dengan gerakan
teratur mengerakan kaluar masuk penisku didalam vaginanya.
Remasan dan jepitan bagian liang vaginanya diseluruh batang penisku
terasa sangat nikmat sekali aku rasakan. Apalagi saat kubalikan tubuhnya menghadap
ke samping. Penisku menghujam semakin dalam, kuangkat sebelah kakinya ke
pundakku. Batang penisku amblas sampai mentok di mulut rahimnya. Puas dari
samping, tanpa mencabut penisku, kuangkat tubuhnya, dengan gerakan elastis kini
aku menghajarnya dari belakang.
Tanganku meremas bongkahan pantatnya dengan kuat, sementara pensiku
keluar masuk semakin cepat. Erangan dan rintihan yang tak jelas terdengar
lirih, membuat semangatku semakin bertambah. Ketika kurasakan ada yang mau
keluar dari dalam penisku, segera kucabut takut aku keburu muncrat.
“Cplok..” terdengar suara saat batang penisku kucabut,
mungkin karena ketatnya lubang vaginanya yang mencengkram penisku.
“Aunggghh, kenapa Andree.. dilepas aku bentar lagi mau dapat
nih”, protes Bu Sherly.
Dia langsung mendorong tubuhku, kini aku telentang di bawah,
dengan sigap Bu Sherly meraih batang penisku dan memasukkannya ke dalam lubang vaginanya
sambil berjongkok diatas tubuhku.
Bu Sherly dengan buasnya dan ganasnya bergerak naik turunkan
pantatnya, sementara aku di bawah sudah tak sanggup rasanya menahan kenikmat
yang kuterima dari gerakan tubuhnya yang menghajar penisku dengan vaginanya,
apalagi saat pinggulnya sambil naik-turun digoyangkan juga diputar-putar, aku
bertahan sekuat mungkin agar aku tidak buru-buru keluar.
Hampir 30 menit sudah berlalu kami berada diatas ranjang,
kulihat Bu Sherly semakin cepat bergerak, cepat hingga akhirnya aku merasakan
ada semburan hangat yang memgasahi batang penisku saat tubuhnya mengejang-ngejang
saat orgasme.
“Anghhh….anghhhh….Oungggg….Andreee…..Unghhhh..enak…bangett….sayang.”
tubuhnya lalu jatuh dipelukanku dan posisi tengkurap di atas tubuhku, kurasakan
dinding vaginanya berdenyut-denyut menjepit batang penisku yang masih berada
didalam vaginanya.
Kurasakan buah dadanya menekan tubuhku seirama dengan
tarikan nafasnya yang sedikit ngos-ngosan. Setelah beberapa saat, aku sudah
merasakan cairan spermaku tidak jadi keluar, aku segera kubalikkan tubuhnya
kembali. Kini dengan gaya konvensional aku mencoba meraih puncak kenikmatan,
kemaluannya yang agak basah tidak mengurangi kenikmatan.
Aku terus menggerakkan tubuhku. Perlahan gairahnya kembali
bangkit, terlebih saat batang penisku mengorek-ngorek lubang vaginanya kadang
sedikit kuangkat pantatku agar G-spotnya tersentuh. Kini pinggul Bu Sherly mulai
bergoyang seirama dengan gerakan pantatku. Jari-jarinya yang lentik mengusap
dadaku, putingku dipilin-pilinnya, hingga sensasi yang kurasakan tambah gila.
15 menit sudah aku bertahan dengan gaya konvensional.
Perlahan aku mulai merasakan cairanku spermaku segera akan keluar. Saat gerakanku
sudah tak beraturan lagi, berbarengan dengan hisapan Bu Sherly pada putingku
dan pitingan kakinya di bagian pinggangku.
“Ibu Sherrllyyyy…..aku mauuuu…keluarrrr……”.
“Teruss…..sayangg….keluar…..didalam saja”.
Crott…cerott…crottt….“ Anggghhh….aahhh….aahhhhh”, tubuhku
mengejang-ngejang saat cairan spermaku keluar didalam vaginanya. Dan akhirnya
kamu terkulai lemas sama-sama merasakan kepuasan diatas ranjang
Sejak kejadian itu, kami sering melakukannya. Aku baru tahu ternyata
gairah Bu Sherly sangat tinggi kalau pas diatas ranjang, selama ini dia
bersikap diam dan tertutup, karena mungkin menjaga privasi dan tidak mau sembarangan
orang tau apalagi dia seorang direktur sekalian pemilik perusahaan.
Apalagi begitu dia tahu bahwa batang penisku dapat dua kali
lipat mendapatkan orgasme dibandingan alm suaminya itu, Bu Sherly tambah lengket
saja denganku. Memang yang kehidupanku derastis berubah semenjak aku dekat dengan Bu Sherly tapi aku
tidak mengejar kekayaan miliknya yang aku kejar hanyalah kenikmatan yang
diberikan terhadaku yang didasari karena Cinta.


