Kenangan seks bersama sepupu
Istriku
Cerita
ini bermula setahun yang lalu, dimana aku harus jaga rumah, karena anak dan
istriku sedang berkunjung ke saudaranya selama lebih dari seminggu.
Sore
itu sekitar jam lima sore, teleponku berdering, aku angkat terdengar suara
lembut seorang wanita namun dengan background yang lumayan ramai.
“Halo,
Rina ada”, suara yang sepertinya aku kenal, namun sungguh aku lupa siapa dia,
yang lebih membuat aku bertanya-tanya, dia mencari istriku (Rina).
“Rina
sedang ke Jakarta, ada yang bisa saya bantu ?”.
“Lho,
ini Anto ya....aku Heni, Tok aku sedang di terminal Bis, boleh aku mampir ke
rumah sebentar?”. Belum sempat aku menjawab permintaannya, telepon sudah
ditutup, dan aku sendiri masih bertanya-tanya, siapa Heni itu?.
Selang
satu jam kemudian, ada sebuah taxi yang berhenti didepan rumah, aku melihat
dari arah dalam jendela rumah, seorang wanita muda keluar serta menenteng
sebuah tas traveler yang lumayan besar. Dibawah keremangan sinar lampu jalan,
aku mulai bisa melihat wajahnya. Ya ampun ternyata dia adalah Mbak Heni, kakak
sepupuku. Meskipun dia kupanggil “kakak” tapi dia sepuluh tahun muda dari aku,
dia anak budeku, kakak dari ibuku. Tersentak aku dari kekagetanku, manakala dia
berusaha membuka pintu pagar, akupun berlari menyambutnya, menenteng tasnya
yang ternyata lumayan berat. Kupersilahkan dia untuk istirahat sebentar di
ruang tamu, dan kuletakkan traveler bag-nya di kamar depan, yang memang
biasanya selalu kosong itu.
Aku
bergegas menemui mbak Heni dan mengajaknya ngobrol sebentar.
“Mbak Maya
mau kemana?”
“Aku
mau ke Bali Tok, tempat kerjaku pindah kesana”
Kenangan
Masa lalupun dengan Mbak Maya muncul, tatkala aku menatap wajahnya. Sungguh ia
belum berbeda ketika aku ketemu dia tiga tahun yang lalu, ketika aku masih
bujangan.
Waktu
itu, aku berkunjung kerumahnya, selama seminggu aku tinggal dirumahnya yang
besar, yang dihuni Bude, mas Andre dan mbak Heni. Aku sendiri seperti menaruh
perhatian khusus kepadanya. Aku tidak tahu ini perasaan sayang atau hanya sekedar
suka saja. Waktu itu status mbak Heni seorang janda tidak memiliki anak. Selama
aku tinggal disana mbak Heni selalu mengodaku dengan pakaian-pakaian seksi
terutama pakaian tidurnya.
Akhirnya
akupun jatuh kepermainan terlarangku dengan mbak Heni diatas ranjang kamarnya
setiap ada kesempatan. Setiap kali aku menikmati tubuhnya mbak Heni selalu
memakai pakaian tidur model daster pendek berkain satin berwarna merah muda.
Daster itulah yang selalu kukenang sampai sekarang bila melihat mbak Heni.
Sejak
mbak Heni pindah kerja dan sibuk dengan pekerjaanya dan akupun juga sibuk
dengan kerjanku dan hampir selama tiga tahun kami berpisah tanpa kabar. Tiga
tahun setelah itu, aku menikah dengan teman seprofesi, setelah menikmati masa
pacaran yang benar-benar bersih selama dua tahun. Akupun tidak lupa waktu itu
untuk mengundang hadir diacara pernikahanku.
Menurut
buku tamu kulihat dia hadir, namun sama sekali aku tidak melihatnya wajahnya.
Tapi ada sebuah kado yang setelah kubuka tanpa sepengetahuan istriku yang berisikan
daster satin berwarna merah muda (pink), dengan sepucuk tulisan mbak Heni bertulisan.
“Dear
Anton, semoga kamu bahagia dan ini aku hadiahkan buat kamu agar kamu tidak lupa
denganku saat kita sama-sama merindukanya diatas ranjang” dariku Heni.
Tiba-tiba
bunyi teko pemanas air, menyadarkanku dari kenangan yang manis tersebut dengan
mbak Heni.
“Mbak,
aku rebusin air untuk mbak Maya mandi, ayo sekarang mandi dulu, biar seger”. Ia
tersenyum mengangguk. Aku berusaha sebaik mungkin untuk melayani dia supaya
tinggal nyaman untuk sementara di rumahku.
“Ngomong-ngomong,
mbak Heni kok tahu nomer teleponku ?” tanyaku sambil menuang air panas ke bath
tub.
“Iya,
aku nanya dulu ke tante Palupi (ibuku), soalnya dari sini khan deket ke
Airport”.
Rumahku
memang deket sekali dengan airport, tempat transit dia untuk menuju ke Bali,
karena dari kota asalnya tidak ada flight langsung ke Denpasar.
Sebelum
mandi aku ambilkan kado kenangan yang sempat diberikan saat aku nikah yaitu
daster satin itu.
“Mbak
kalau tidak keberatan aku ingin sekali mbak pakai sehabis mandi”, dia tersenyum
saat aku memberikanya daster itu.
Sehabis
mandi tampak tubuhnya sudah mengenakan daster yang kuberikan kepadanya. Bentuk
puting susunya itu benar-benar membikin aku ingin sekali menyedotnya. Rupanya
mbak Heni tidak memakai Bra dan celana dalam lagi didalamnya hanya balutan kain
satin dasternya yang menutupi tubuh bugilnya.
Tiba-tiba
aku jadi terangsang hebat melihatnya dan kenangan itu mucul kembali dihadapanku
dan akupun langsung mengecup bibirnya sambil mengatakan.
“Mbak,
aku tidak bisa melupakan kamu, apalagi daster itu masih ada bekas spermaku yang
sengaja mbak keringkan disitu”.
“Anton,
mbak juga sudah lama aku pingin ketemu kamu tapi Mbak tidak berani karena kamu
sudah menikah”. Mbak Heni mengecup bibirku lembut dengan memainkan lidahku.
Tubuhnya
langsung kuangkat masuk kedalam kamarku dan kuturunkan dipinggir ranjang, kedua
kakinya langsung kubuka lebar, tampak jelas sekali vaginanya tanpa ada bulu
kemaluanya. Lidahku mulai menjilat ujung Kelentit-nya, seperti nya Mbak Heni tidak
kuasa lagi saat merasakan lidahku bermain disana. Aku langsung menghisapnya
penuh nafsu.
”Anghhh...Antonnnn....oohh”,
mulutnya mulai meracau.
Kadang
aku gigit ringan bibir vaginanya karena gemas. Lidahku bergerak liar
menggelitik lobang vaginanya, kuhisap kuusap cairannya yang mulai membasahi
vaginanya.
”Terus
Antonnnn, teerrrrruuuussssss . . . . . aaaahhhhhhh”, pinggulnya bergetar hebat,
mbak Heni sudah pada klimaksnya yang pertama.
“Anton,
buka punyamu sekarang“. Akupun mulai melepas risleting levi’sku.
Kuloloskan
semua celana dan bajuku dan kontolku langsung tegak untuk siap disantap, rasa berdenyut-denyut
di helm kontolku semakin menyiksa, namun aku belum berani melanjutkan lebih
jauh.
Aku
tak tahan lagi melihat puting susunya yang menembus kain satin dasternya. segera
kuhisap putingnya yang masih terhalang kain satin dastenya itu, mbak Heni
membusungkan dadanya untuk memudahkanku berbuat semaksimal mungkin.
Secara
tidak sengaja ujung kontolku bergesekkan dengan kain satin dasternya, membuatku
semakin gila menghisap buah dadanya. Mbak Heni hanya bisa terpejam rapat-rapat
merasakan serangan-seranganku.
“Antonnn....masukannnn
sekarang punyamu”, sambil memegang kepalaku dengan kedua tangannya meminta.
Entah
hatiku terharu mendengarnya, sambil kudekap aku membisikkan sesuatu
ditelinyanya.
“Mbak Heni
tahu akibatnya kalau ini terjadi”
“Anton,
sebenarnya aku ingin yang dulu tidak terhenti, kali ini biarkan ini terjadi.
Aku ingin rasa kangenku kamu isi”. Sekali lagi, mbak Heni aku dekap, dengan
perasaan yang bercampur baur menjadi satu, antara rasa bersalah, haru dan
sayang.
Aku
tidak ingin membuat peristiwa ini sebagai bencana terhadap dirinya, namun
dilain pihak aku juga tak ingin mengecewakannya. Kucium bibirnya, kali ini
tidak saja nafsu yang menyelimuti perasaanku, tetapi juga sayang serta
penebusan rasa
bersalahku.
Mbak Heni menyambut dengan hangat bibirku, kali ini kurasakan lain lumatan
bibirnya. Dibuka perlahan-lahan kakinya, akupun menyambutnya dengan perlahan-lahan
mengarahkan kontolku kelubang rahimnya. Sekali tekan dan kudorong perlaha-lahan
kontolku mulai masuk semua kedalam vaginanya.
Aku
melepaskan dekapanku, kuubah posisi mbak Heni melintang, dengan pinggul dibibir
ranjang. Kuangkat tinggi-tinggi kakinya, kujilati sekali lagi vaginanya agar
lebih licin untuk kumasuki. Kubuka lebar-lebar bibir vaginnaya dengan
jari-jari.
Dengan
hati-hati perlahan-lahan ujung kontolku ku masukkan menerobos dasar rahimnya.
”Antonnnn,
aaahhhhhh . . .terus, teerrrrrrusss aahhhhh !!”. Aku sudah tidak bisa melihat.
Kulihat
mbak Heni tidak sabar untuk segera menelan bulat-bulat kontolku, ia mengayun bokongnya
dan blesss, habis sudah panjang kontolku masuk ke dalam vaginanya. Aku sengaja
menahannya didalam, dan sedikit berusaha menggoyang-goyangkannya aku juga ingin
dia merasakan kontolku mengisi ruang-ruang diliang vaginanya.
Helm
kontolku terasa berdenyut-denyut nikmat, merasakan hangat yang sangat rapat
menggigit. Kuciumi belakang telinganya, kulumat bibirnya. Kali ini mulai kuayun
kontolku perlahan-lahan . . . aku sudah tidak lagi merasakan, ganas kukunya mencengkeram
punggungku, kutambah irama ayunanku. Mbak Heni hanya bisa menggelepar-gelepar
laksana ikan mencari air.
Kakinya
mencekeram pinggangku, seakan tidak mau kontolku meninggalkan vaginanya. Kuayun
semakin cepat, rapat-nya lubang vaginannya membuat aku kesetanan menghujamnya
berkali-kali, mbak Heni sudah tidak bisa lagi menguasai gerakan tubuhnya.
“Antonnn.....anghhhh....ahhhh....ahhhhhh”,
desahanya sangat panjang dan tubuh Mbak Heni mengejang-gejang sangat kuat,
kontolku terasa sekali didalam dinding vaginanya seperti disedot-sedot dan
dipijat. Rupanya Mbah Heni orgasme. Mulutnya hanya mengeluarkan desisan-desisan
tak beraturan.
Akhirnya
tak lama selang Mbah Heni orgasme aku juga sudah tak tahan menahan laju cairan
spermaku segera keluar. Ingin sekali Kucabut kontolku untuk menumpahkan diluar dasternya. Tetapi
cengkeraman kakinya membuatku kesulitan mencabut kontolku.
”Angh.....ahhhhh
mbak, aku mau keluar”, Direngkuhnya leherku, dengan terbata-bata dia membisikkan.
“Antonnnn,
keluarkan didalam saja , keluarkan semuanya biar lebih nikmat”. Akupun sudah
tak bisa menahan spermaku, kutanamkan dalam-dalam kontolku dan menyembur cairan
spermaku.
“Ooohhhhhhh
Antonnnn, . . . . ennnnhhhhaaaaak sayangggg”, kupeluk mbak Heni, kali ini kutumpahkan
spermaku didalam rahimnya.
Mbak
Heni tersenyum mengembang manis, sambil membisikkan sesuatu di telingaku.
“Terimakasih
Anton, Sampaikan permintaan maaf untuk istrimu anggap saja ini hanya kenangan
buat kita berdua agar kamu tidak lupa sama Mbak”, aku berjanji didalam hati untuk
menyampaikannya, walaupun dengan alasan yang lain tentu saja.
SEKIAN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar