Selasa, 02 April 2019

CERITA SEKS SELINGKUH


Kenangan seks bersama sepupu Istriku

Cerita ini bermula setahun yang lalu, dimana aku harus jaga rumah, karena anak dan istriku sedang berkunjung ke saudaranya selama lebih dari seminggu.
Sore itu sekitar jam lima sore, teleponku berdering, aku angkat terdengar suara lembut seorang wanita namun dengan background yang lumayan ramai.


“Halo, Rina ada”, suara yang sepertinya aku kenal, namun sungguh aku lupa siapa dia, yang lebih membuat aku bertanya-tanya, dia mencari istriku (Rina).

“Rina sedang ke Jakarta, ada yang bisa saya bantu ?”.

“Lho, ini Anto ya....aku Heni, Tok aku sedang di terminal Bis, boleh aku mampir ke rumah sebentar?”. Belum sempat aku menjawab permintaannya, telepon sudah ditutup, dan aku sendiri masih bertanya-tanya, siapa Heni itu?.

Selang satu jam kemudian, ada sebuah taxi yang berhenti didepan rumah, aku melihat dari arah dalam jendela rumah, seorang wanita muda keluar serta menenteng sebuah tas traveler yang lumayan besar. Dibawah keremangan sinar lampu jalan, aku mulai bisa melihat wajahnya. Ya ampun ternyata dia adalah Mbak Heni, kakak sepupuku. Meskipun dia kupanggil “kakak” tapi dia sepuluh tahun muda dari aku, dia anak budeku, kakak dari ibuku. Tersentak aku dari kekagetanku, manakala dia berusaha membuka pintu pagar, akupun berlari menyambutnya, menenteng tasnya yang ternyata lumayan berat. Kupersilahkan dia untuk istirahat sebentar di ruang tamu, dan kuletakkan traveler bag-nya di kamar depan, yang memang biasanya selalu kosong itu.

Aku bergegas menemui mbak Heni dan mengajaknya ngobrol sebentar.
“Mbak Maya mau kemana?”

“Aku mau ke Bali Tok, tempat kerjaku pindah kesana”

Kenangan Masa lalupun dengan Mbak Maya muncul, tatkala aku menatap wajahnya. Sungguh ia belum berbeda ketika aku ketemu dia tiga tahun yang lalu, ketika aku masih bujangan.

Waktu itu, aku berkunjung kerumahnya, selama seminggu aku tinggal dirumahnya yang besar, yang dihuni Bude, mas Andre dan mbak Heni. Aku sendiri seperti menaruh perhatian khusus kepadanya. Aku tidak tahu ini perasaan sayang atau hanya sekedar suka saja. Waktu itu status mbak Heni seorang janda tidak memiliki anak. Selama aku tinggal disana mbak Heni selalu mengodaku dengan pakaian-pakaian seksi terutama pakaian tidurnya.

Akhirnya akupun jatuh kepermainan terlarangku dengan mbak Heni diatas ranjang kamarnya setiap ada kesempatan. Setiap kali aku menikmati tubuhnya mbak Heni selalu memakai pakaian tidur model daster pendek berkain satin berwarna merah muda. Daster itulah yang selalu kukenang sampai sekarang bila melihat mbak Heni.

Sejak mbak Heni pindah kerja dan sibuk dengan pekerjaanya dan akupun juga sibuk dengan kerjanku dan hampir selama tiga tahun kami berpisah tanpa kabar. Tiga tahun setelah itu, aku menikah dengan teman seprofesi, setelah menikmati masa pacaran yang benar-benar bersih selama dua tahun. Akupun tidak lupa waktu itu untuk mengundang hadir diacara pernikahanku.

Menurut buku tamu kulihat dia hadir, namun sama sekali aku tidak melihatnya wajahnya. Tapi ada sebuah kado yang setelah kubuka tanpa sepengetahuan istriku yang berisikan daster satin berwarna merah muda (pink), dengan sepucuk tulisan mbak Heni bertulisan.

“Dear Anton, semoga kamu bahagia dan ini aku hadiahkan buat kamu agar kamu tidak lupa denganku saat kita sama-sama merindukanya diatas ranjang” dariku Heni.

Tiba-tiba bunyi teko pemanas air, menyadarkanku dari kenangan yang manis tersebut dengan mbak Heni.

“Mbak, aku rebusin air untuk mbak Maya mandi, ayo sekarang mandi dulu, biar seger”. Ia tersenyum mengangguk. Aku berusaha sebaik mungkin untuk melayani dia supaya tinggal nyaman untuk sementara di rumahku.

“Ngomong-ngomong, mbak Heni kok tahu nomer teleponku ?” tanyaku sambil menuang air panas ke bath tub.

“Iya, aku nanya dulu ke tante Palupi (ibuku), soalnya dari sini khan deket ke Airport”.

Rumahku memang deket sekali dengan airport, tempat transit dia untuk menuju ke Bali, karena dari kota asalnya tidak ada flight langsung ke Denpasar.
Sebelum mandi aku ambilkan kado kenangan yang sempat diberikan saat aku nikah yaitu daster satin itu.

“Mbak kalau tidak keberatan aku ingin sekali mbak pakai sehabis mandi”, dia tersenyum saat aku memberikanya daster itu.

Sehabis mandi tampak tubuhnya sudah mengenakan daster yang kuberikan kepadanya. Bentuk puting susunya itu benar-benar membikin aku ingin sekali menyedotnya. Rupanya mbak Heni tidak memakai Bra dan celana dalam lagi didalamnya hanya balutan kain satin dasternya yang menutupi tubuh bugilnya.
Tiba-tiba aku jadi terangsang hebat melihatnya dan kenangan itu mucul kembali dihadapanku dan akupun langsung mengecup bibirnya sambil mengatakan.


“Mbak, aku tidak bisa melupakan kamu, apalagi daster itu masih ada bekas spermaku yang sengaja mbak keringkan disitu”.

“Anton, mbak juga sudah lama aku pingin ketemu kamu tapi Mbak tidak berani karena kamu sudah menikah”. Mbak Heni mengecup bibirku lembut dengan memainkan lidahku.

Tubuhnya langsung kuangkat masuk kedalam kamarku dan kuturunkan dipinggir ranjang, kedua kakinya langsung kubuka lebar, tampak jelas sekali vaginanya tanpa ada bulu kemaluanya. Lidahku mulai menjilat ujung Kelentit-nya, seperti nya Mbak Heni tidak kuasa lagi saat merasakan lidahku bermain disana. Aku langsung menghisapnya penuh nafsu.

”Anghhh...Antonnnn....oohh”, mulutnya mulai meracau.

Kadang aku gigit ringan bibir vaginanya karena gemas. Lidahku bergerak liar menggelitik lobang vaginanya, kuhisap kuusap cairannya yang mulai membasahi vaginanya.

”Terus Antonnnn, teerrrrruuuussssss . . . . . aaaahhhhhhh”, pinggulnya bergetar hebat, mbak Heni sudah pada klimaksnya yang pertama.

“Anton, buka punyamu sekarang“. Akupun mulai melepas risleting levi’sku.
Kuloloskan semua celana dan bajuku dan kontolku langsung tegak untuk siap disantap, rasa berdenyut-denyut di helm kontolku semakin menyiksa, namun aku belum berani melanjutkan lebih jauh.

Aku tak tahan lagi melihat puting susunya yang menembus kain satin dasternya. segera kuhisap putingnya yang masih terhalang kain satin dastenya itu, mbak Heni membusungkan dadanya untuk memudahkanku berbuat semaksimal mungkin.

Secara tidak sengaja ujung kontolku bergesekkan dengan kain satin dasternya, membuatku semakin gila menghisap buah dadanya. Mbak Heni hanya bisa terpejam rapat-rapat merasakan serangan-seranganku.
“Antonnn....masukannnn sekarang punyamu”, sambil memegang kepalaku dengan kedua tangannya meminta.

Entah hatiku terharu mendengarnya, sambil kudekap aku membisikkan sesuatu ditelinyanya.

“Mbak Heni tahu akibatnya kalau ini terjadi”

“Anton, sebenarnya aku ingin yang dulu tidak terhenti, kali ini biarkan ini terjadi. Aku ingin rasa kangenku kamu isi”. Sekali lagi, mbak Heni aku dekap, dengan perasaan yang bercampur baur menjadi satu, antara rasa bersalah, haru dan sayang.

Aku tidak ingin membuat peristiwa ini sebagai bencana terhadap dirinya, namun dilain pihak aku juga tak ingin mengecewakannya. Kucium bibirnya, kali ini tidak saja nafsu yang menyelimuti perasaanku, tetapi juga sayang serta penebusan rasa
bersalahku. Mbak Heni menyambut dengan hangat bibirku, kali ini kurasakan lain lumatan bibirnya. Dibuka perlahan-lahan kakinya, akupun menyambutnya dengan perlahan-lahan mengarahkan kontolku kelubang rahimnya. Sekali tekan dan kudorong perlaha-lahan kontolku mulai masuk semua kedalam vaginanya.
Aku melepaskan dekapanku, kuubah posisi mbak Heni melintang, dengan pinggul dibibir ranjang. Kuangkat tinggi-tinggi kakinya, kujilati sekali lagi vaginanya agar lebih licin untuk kumasuki. Kubuka lebar-lebar bibir vaginnaya dengan jari-jari.
Dengan hati-hati perlahan-lahan ujung kontolku ku masukkan menerobos dasar rahimnya.

”Antonnnn, aaahhhhhh . . .terus, teerrrrrrusss aahhhhh !!”. Aku sudah tidak bisa melihat.

Kulihat mbak Heni tidak sabar untuk segera menelan bulat-bulat kontolku, ia mengayun bokongnya dan blesss, habis sudah panjang kontolku masuk ke dalam vaginanya. Aku sengaja menahannya didalam, dan sedikit berusaha menggoyang-goyangkannya aku juga ingin dia merasakan kontolku mengisi ruang-ruang diliang vaginanya.

Helm kontolku terasa berdenyut-denyut nikmat, merasakan hangat yang sangat rapat menggigit. Kuciumi belakang telinganya, kulumat bibirnya. Kali ini mulai kuayun kontolku perlahan-lahan . . . aku sudah tidak lagi merasakan, ganas kukunya mencengkeram punggungku, kutambah irama ayunanku. Mbak Heni hanya bisa menggelepar-gelepar laksana ikan mencari air.
Kakinya mencekeram pinggangku, seakan tidak mau kontolku meninggalkan vaginanya. Kuayun semakin cepat, rapat-nya lubang vaginannya membuat aku kesetanan menghujamnya berkali-kali, mbak Heni sudah tidak bisa lagi menguasai gerakan tubuhnya.


“Antonnn.....anghhhh....ahhhh....ahhhhhh”, desahanya sangat panjang dan tubuh Mbak Heni mengejang-gejang sangat kuat, kontolku terasa sekali didalam dinding vaginanya seperti disedot-sedot dan dipijat. Rupanya Mbah Heni orgasme. Mulutnya hanya mengeluarkan desisan-desisan tak beraturan.

Akhirnya tak lama selang Mbah Heni orgasme aku juga sudah tak tahan menahan laju cairan spermaku segera keluar. Ingin sekali Kucabut kontolku untuk  menumpahkan diluar dasternya. Tetapi cengkeraman kakinya membuatku kesulitan mencabut kontolku.

”Angh.....ahhhhh mbak, aku mau keluar”, Direngkuhnya leherku, dengan terbata-bata dia membisikkan.

“Antonnnn, keluarkan didalam saja , keluarkan semuanya biar lebih nikmat”. Akupun sudah tak bisa menahan spermaku, kutanamkan dalam-dalam kontolku dan menyembur cairan spermaku.

“Ooohhhhhhh Antonnnn, . . . . ennnnhhhhaaaaak sayangggg”, kupeluk mbak Heni, kali ini kutumpahkan spermaku didalam rahimnya.

Mbak Heni tersenyum mengembang manis, sambil membisikkan sesuatu di telingaku.

“Terimakasih Anton, Sampaikan permintaan maaf untuk istrimu anggap saja ini hanya kenangan buat kita berdua agar kamu tidak lupa sama Mbak”, aku berjanji didalam hati untuk menyampaikannya, walaupun dengan alasan yang lain tentu saja.

SEKIAN

Tidak ada komentar:

Posting Komentar