KENIKMATAN BERSAMA
IBU LILIS PART KE-1
Setelah lulus kuliah sebagai sarjana pertanian dan aku sudah
ada tawaran kerja Bersama dengan Ibu Lilis yang ada dikota bandung. Singkat
cerita setelah selesai acara wisuda besok pagi aku sudah dijemput oleh kakak
iparku untuk segera ke bandung untuk mempertemukan aku dengan Bu Lilis.
Pagi itu aku dan kakak iparku langsung berangkat ke bandung, soalnya dari kemarin Bu Lilis terus menanyakan aku. Diperjalanan kebandung kakak iparku menceritakan kalau Bu lilis memiliki tanah yang luas dan ditanami produk buah dan sayur.
“Tanah Bu Lilis itu luas?”, kataku.
“Bukan luas lagi. Dipunya tanah dibandung sampai jawa timur
juga ada. Almarhum suaminya kan tuan tanah.”, kata kakak iparku.
“Oo… jadi ternyata Bu Lilis itu seorang janda?”
“Iya, Tapi nasibnya sangat baik. Menikah dengan duda tajir
melintir yang sangat mencintainya, meski usianya sudah tua. Setelah suaminya
meninggal, tanahnya yang di sana - sini itu jadi milik Bu Lilis”.
“Oo….lah terus Bu Lilis sama Mas itu siapanya?”.
“Bu Lilis itu kakak sulungku. Makanya mendengar cerita yang
pernah kusampaikan padanya kalau aku punya teman diyogya sangat pintar sebagai
seorang sarjana pertania dia tertarik untuk dipekerjakaan kamu untuk mengelola
buah dan sayuran”.
Sesampainya dibandung kulihat rumah calon bossku itu, bukan
sekadar besar dan megah, tapi modelnya pun sudah mengikuti perkembangan zaman
now. Model minimalis yang tampak sangat kokoh. Dijaga oleh beberapa orang
satpam pula.
Pada saat itu kebetulan pintu garasi sedang terbuka,
sehingga aku bisa melihat beberapa mobil mahal tersimpan di dalam garasi itu.
Bukan hanya satu mobil. Kakak iparku langsung membawaku ke dalam rumah yang
luar biasa megahnya itu. Lalu memintaku untuk duduk menunggu di ruang tamu
dengan furniture serba kekinian ini.
Tak lama kemudian, kakak iparku muncul, bersama seorang
wanita yang usianya kira - kira sebaya dengan ibuku. wajahnya berparas cantik,
berkulit putih bersih pula dengan rambut dicat warna kecoklatan (brunette). Dengan
penampilan seperti itu dia tidak terlihat seperti wanita setengah baya. Begitu
melihatku dia menatapku dengan sorot tajam, seperti sedang menilai diriku. Tapi
aku bersikap biasa - biasa saja. Aku berdiri sambil mengangguk sopan.
“Ini Bu Lilis yang sering kuceritakan itu”, Dengan agak
gugup aku berkata,
“Iya… perkenankan aku memperkenalkan diri…nama…”, Belum
selesai aku bicara, calon bossku itu memotong,
“Namamu Andre kan?”
“Ya… betul Bu,” sahutku sambil menjabat tangan wanita yang
tampak anggun itu.
“Jadi gimana wisudanya kemarin? Dapat nilainya IP berapa?”
tanya wanita bernama Bu Lilis itu sambil duduk di sofa.
“Alhamdulillah, Aku lulus dengan cumlaude Bu,” sahutku.
“Syukurlah. Aku memang butuh insinyur pertanian yang cerdas.
Bukan sekadar asal lulus,” ucap Bu Lilis.
“Iya Bu.”, Lalu Bu Lilis menjelaskan tentang arah agro
bisnisnya secara panjang lebar. Dia bukan sekadar tuan tanah biasa, tapi juga
bergerak di bidang agro bisnis. Dia menampung sayur - sayuran dan buah - buahan
untuk dikirim ke Jakarta.
Tapi tugas utamaku adalah mengelola lahan yang tidak
produktif, agar jadi lahan yang menghasilkan.
“Besok pagi kita survey lahan - lahan yang tidak produktif
itu. Sekarang sudah hampir malam. Oh ya… kamar paling depan itu bisa dijadikan
kamarmu Andre,” kata Bu Lilis.
“Siap Bu”, Malam itu kakak iparku langsung berpamitan untuk
Kembali ke yogya.
“Terima kasih sudah nganterin Andre ke sini Bud”.
“Sama - sama Mbak,” sahut kakak iparku lalu mereka bedua
bersalaman dengan Bu Lilis.
“Hati -hati dijalan”, ucap Bu Lilis. Kemudian kakak iparku melambaikan
tangannya ke arahku sambil berkata.
“Kalau lagi libur, jangan lupa main ke Jogja ya Andre.”
“Siap Mas”.
Setelah kakak iparku pergi aku masih duduk di ruang tamu
sambil menunggu Bu Lilis yang masih berdiri di teras depan. Tak lama kemudian
Bu Lilis masuk lagi ke ruang tamu sambil berkata,
“Ini kamar yang bisa dijadikan kamarmu. Coba ikut sini”, Spontan
aku berdiri sambil menjinjing tas ranselku, mengikuti Bu Lilis yang sudah membuka
pintu yang paling depan.
Ternyata kamar yang disediakan untukku besar sekali. Ada
ruang kerja yang dibatasi oleh partisi kaca blur, ada kamar mandi tersendiri
pula. Yang membuatku agak heran, ada pintu lift segala. Untuk apa lift menuju
kamar ini? Sebelum aku bertanya dan Bu Lilis menjelaskan.
“Nah inilah kamarmu Andre. Ada ruang kerjanya yang
dilengkapi oleh komputer dan jaringan internet. Karena kita harus memantau
kegiatan di lapangan, baik yang diada disini sama yang ada dijatim dan juga
kegiatan di Jakarta.”
“Iya Bu.”
“Ohya, itu ada pintu lift, langsung menuju kamarku di lantai
tiga. Jadi kalau aku mau turun atau naik bila sedang malas pakai tangga, aku
pakai lift itu. Nanti kalau kegiatanmu sudah banyak, kalau sekali-sekali ada
sesuatu yang emergency, kamu boleh pakai lift itu dan langsung menuju kamarku.
Kamu juga jangan kaget kalau tiba- tiba aku muncul di kamar ini.
“Siap Bu.”
“Masalah tugas - tugas dan gajimu, nanti aja kita bahas
sambil makan malam ya.”
“Siap Bu.”
“Sekarang mandilah dulu. Peralatan mandi tersedia lengkap di
kamar mandi itu. Nanti kalau sudah mandi, kutunggu di ruang makan ya Andre”
“Iya Bu. Memang tubuhku gerah bekas keringat di perjalanan
menuju ke sini tadi. Jadi perlu mandi dulu.
“Oh Ya Selesai mandi ditunggu di ruang makan ya Andre.”
“Siap Bu.”
Bu Lies keluar dari kamar yang sudah menjadi kamarku ini.
Aku pun bergegas masuk ke dalam kamar mandi. Setelah mandi dan mengganti
pakaianku dengan pakaian bersih, aku pun keluar dari kamar. Agak celingukan,
karena banyak lorong, sehingga aku tidak tahu harus ke mana untuk menuju ruang
makan. Untung ada pembantu menghampiriku. Langsung kutanya,
“Ruang makan di sebelah mana Mbak?”
“Oh… ke sebelah sana Den,” sahutnya sambikl menunjuk ke arah
lorong yang di paling kanan.
Aku pun melangkah ke lorong yang ditunjukkan itu. Sampai
mentok di ruang makan yang besar ruangannya, serba modern pula furniture dan
peralatannya.
Rupanya Bu Lilis sengaja ingin ditemani makan malam di ruang
makan yang super mewah itu. Pada saat makan itu pula Bu Lilis membahas tugas -
tugasku dan juga besarnya gaji yang akan kuterima. Nominal gaji yang akan
kuterima sangat mengejutkan. Karena menurutku besar sekali. Tapi dengan tenang
Bu Lilis berkata,
“Pokoknya nanti jangan terlalu hitungan dengan tenaga dan
pikiran. Karena aku pun tak menghitung-hitung gaji dan penghasilan tambahan
untukmu nanti Andre”.
“Siap Bu.”
“Pokoknya kalau prestasi kerjamu bagus, aku akan
mengangkatmu sebagai tangan kananku.”
“Siap Bu.”
“Jangan terlalu kaku lah. Gak usah manggil boss padaku,
jangan pula bilang siap - siap. Karena kita bukan militer atau polisi”,
katanya..
“Siap… eh… iya Bu.”
“Nah sekarang kamu istirahatlah dulu saja Karena besok pagi
kita akan jalan-jalan melihat kebun tanaman sayur dan buahnya”
“Iya Bu. Terima kasih,” sahutku sambil berdiri.
“Selamat malam Bu Lilis”.
“Malam,” sahut Bu LiLis
Keesokan paginya, ketika matahari baru saja terbit dari upuk
timur kulihat Bu Lilis sudah menungguku di luar kamarku. Sengaja aku mengenakan
sweater, karena udara di sekitar rumah Bu Lilis terasa sangat dingin karena
berada dipuncak. Yang membuatku heran, pagi itu Bu Lilis masih memakai baju
tidur model daster satin berwarna merah muda lengkap dengan piyamanya yang
Panjang dengan bahan satin juga menutupi seluruh tubuhnya.
“Kalau disini kamu harus
pakai sweater begitu soalnya udra di puncak dingin hawanya”.
“Ibu ngak pakai sweater juga Cuma pakai pakaian seperti itu
dan selimut kecil itu?”, kataku kepadanya.
“Kalau aku sudah terbiasa dengan udara disini, selimutnya
bisa dipakai buat duduk - duduk diarea perkebunan dipuncak bukit nanti.”
“Kita mau jalan kaki apa pakai mobil Bu?”.
“Iya pakai mobil dong”, kata Bu Lilis sambil menunjuk mobil
yang mau dipakai yang kebun sayur dan buah.
Kuambil mobil yang sudah disiapi Bu Lilis dan kami berdua
langsung berjalan menelusuri jalan menuju kebun sayur dan buah milik Bu Lilis
dan ternyata kebun yang mau ditunjukan Bu Lilis itu tidak jauh dari rumahnya.
“Oh, ternyata tidak jauh juga ya Bu kebunnya” sahutku sambil
menyetir mobil.
“Emang tidak jauh Andre”.
Sesampai dikebun, kubuka pintu gerbang untuk masuk kearea
lahan perkebunan itu yang masih terlihat sepi dari pekerja karena hari masih
pagi itu. Sesampainya digubuk kecil mobil kuparkir dan aku langsung mengikuti
Bu Lilis yang sudah melangkah berjalan kearea perkebunan.
“Ayo jalan Andre sekalian olahraga biar yang gendut”, kata
Bu Lilis yang berjalan di depanku.
“Iya Bu”, kataku mengikuti Langkah Bu Lilis.
Lewat jalan setapak kami mulai menuju perkebunan milik Bu
Lilis yang tampak luas sekali dikelilingi bukit-bukit tanaman Teh hijau. Tapi
dengan senang hati aku mengikuti langkah Bu Lilis dari belakangnya. Setelah
tiba di lereng bukit itu, jalan yang harus kami tempuh makin lama makin sedikit
menanjak. Tapi Bu Lilis tidak kelihatan capek mungkin karena sudah terbiasa.
Bahkan pada suatu saat ia melemparkan selimutnya padaku sambil berkata.
“Tolong pegangin selimutnya ya Andre”. Kayaknya udara sedang
tidak terlalu dingin pagi itu dan Kutangkap selimut itu.
Kulipat dan lalu kugantungkan di bahuku, seperti sedang memakai
selendang. Tapi ketika perhatianku tertuju ke arah Bu Lilis sambil berjalan
mengikuti dari belakang tubuhnya yang memakai piyama satin itu membuat
pemandangan yang luar biasa. Karena terkadang kuperhatikan bentuk bokong yang
lengak lengok itu bikin aku jadi membayagkan gimana rasana kalau aku gesekan
punyaku disana.
“Andre, kamu kenal
sama adiknya Budi yang benama Ratna?”.
“Pernah Bu soalnya Budi pernah certita sama aku juga”.
“Kasian juga ya dia, soalnya dia pernah dijodohkan dengan
seorang cowok, tapi ternyata cowok itu seorang gay?”
“waduh kalau itu Budi ngak pernah menceritakan soal itu”.
“Kasian adikku yang cewek itu, status seorang janda begitu
mau dijodohkan malah dapat gay”.
“Begitu ya Bu?”, jawabku mendengar ceritanya.
“Kalau kamu normalkan Andre?”
“Maksud Ibu normal apanya?” kataku.
“Suka sama cewek, bukan sama sejenis seperti Gay?”
“Amit…amit Bu… aku yang jelas normal seratus persen lho Bu”.
“Ayo jawab yang jujur. Kalau melihat pantat ibu dari
belakang gini, kamu nafsu gak?”, mau jawab aku takut salah soalnya dia owner
yang punya kebun buah dan sayur.
“Maaf Bu…ibu sangat seksi…apalagi lihat ibu pakai piyama
seperti itu terlihat seksi dan tentu saja bila ada pria melihat langsung pasti
akan tergiur Bu”.
“Kamu sudah punya pacar nggak?”
“Nggak punya Bu”.
“Masa cowok seganteng kamu gak punya pacar? Jangan - jangan
kamu jangan-jangan gay juga ya?”
“Astaga Bu Amit – amit lho, aku normal Bu. Dulu sih punya
pacar karena dia selingkuh jadi aku mendingan focus untuk menyelesaikan kuliah,
baru kemudian mikirin soal cewek”.
“Masa sih? Yang bener, soalnya diyogya itu aku sering dengan
mahasiswa disana suka kumpul kebo atau tidur bareng sama cewek”.
“Emang bener Bu, tapi aku mendingan focus ke kuliah dulu
biar cepat selesai”.
“Terus tadi aku tanya kenapa kamu bisa tergiur melihat
pantatku… padahal aku kan sudah tua Sedangkan kamu masih muda?”.
“Aduh gimana ya Bu…kalau boleh jujur gak?”, kataku sedikit ragu-ragu
untuk mengutarakan.
“Iya. Harus jujur dong kalau mau bicara dan harus tegas”.
“Sebenarnya aku ini pengagum wanita-wanita setengah baya
atau keibu-ibuan seperti Ibu”.
“Pasti dari tadi pasti kamu menghayalkan melihat aku dari
belakang kan dan terus… sekarang pasti punya kamu lihat aku pasti berdiri?”
tanya Bu Lilis sambil menghentikan langkahnya.
“Aaaaanuuu…Maaf iya Bu…dari pertama aku lihat ibu pakai
piyama atau baju tidur satin itu aku bergairah melihat ibu…Maaf Bu aku sudah
terlalu lancang”.
“Coba sekarang lihat…apa benar punya kamu berdiri”, Meski
ragu - ragu, kulaksanakan juga perintah Bu Lilis itu dengan tegas.
Kuturunkan celana panjang traningku, lalu kupelorotkan turun
setengah berikut celana dalamku, sehingga kontol yang bediri dengan tegak tersembul
seperti sedang menunjuk ke arah Bu Lilis.
“Woooow! Ternyata Kontolmu gede dan sepanjang jugaYa Andre
kaya ukuran Bule?! “seru Bu Lilis sambil memegang kontolku yang memang sudah tegak
berdiri.
Aku tak menyangka semuanya ini akan terjadi begini cepatnya.
Tapi aku tetap menggunakan akal sehatku. Kalau bossku menginginkannya, tiada
alasan bagiku untuk menolaknya. Lagi pula Bu Lilis seorang janda pasti dia
mengingkan laki-laki seperti ku dan memang ku akui aku melihat dari dikedua
mataku waluapun usia tidak muda lagi dia masih terlihat seksi habis.
Selimut yang ada dileherku langsung diambil oleh Bu Lilis
dan dihamparkan di atas rerumputan liar di antara pepohonan yang mirip seperti hutan
yang terawat rapi. Kemudian kami saling berciuman dan kubuka piyamanya dan kuhemparkan
juga diatas selimut dengan posisi masih berdiri begitu piyamanya terlepas dari
tubuh Bu Lilis tampak kedua putting susunya telihat jelas dari luar daster dan
lansgung kulumat-lumat sambail kusedot.
“Oungghhhh….Andre….ternyata kamu sangat pengalama juga….oughhhh”,
desahan saat kusedot putting susunya.
Tanpa banyak waktu lagi karena takut ada yang lihat Bu Lilis
mendorong tubuhku terlentang diatas alas selimut kemudian Bu Lilis langsung
naik keatas tubuhku Lalu berjongkok sambil megeser celana dalamnya ke samping tanpa dilepas. Dengan
posisi tubuhnya membelakangiku, sehingga kurang jelas seperti apa bentuk vaginanya.
Yang jelas sambil berjongkok Bu Lilis berhasil membenamkan batang kontolku
masuk ke dalam liang vaginanya.
Bless…..Lalu bokongnya yang gede itu langsung bergerak naik turun dengan
gesitnya Bu Lilis bergoyang, sehingga kontolku terasa digesek-gesekan oleh dinding
vaginanya yang empuk dan hangat.
“Ounghhhh…..Andreee…..nikmat….banget….sudah lama…aku ngak
main seperti ini….Andre……”, desahan Bu Lilis yang terus mengocok-gocok kontolku
dengan vaginanya.
“Genjot trus Bu….sampai ibu puas…” sahutku sambil aku
memejamkan kedua mataku.
Sepuluh menit kemudian tampak Bu Lilis tubuhnya mengejang-ngejang
diatas tubuhku sambil mendesah Panjang dan kurasakan kontolku terasa ada
denyutan yang menyedot-nyedot batang kontolku.
“Anghhhh….ounghhhh…..aahhhh….Andreee……enak…bangetttt…..punyamu….belum
bikin aku langsung benar-benar kenikmatannn….ounghhhh”. kudiamkan sebentar sampai
banar-benar Bu Lilis menikmati sisa-sisa orgasme yang baru dirasakan.
Setelah puas kubaringkan tubuh Bu Lilis terlentang dan aku
langsung naik keatas tubuhnya tanpa melepas daster dan celana dalamnya. Kugeser
celana dalamnya kesamping dan kumasukan Kembali batang kontolku dan Blessss….dengan
mudahnya kontolku masuk kedalam vaginanya. Kugenjot keluar masuk kontolku sambil
kulumat bibirnya dan putting susunya.
“Anghhh….ounggghhhhh….terusss…..Andreee……keluarkan spermaku
didalam saja biar kamu nikmat dan bisa merasakan benar-benar nikamatnya seperti
aku tadi”. Tak ada lima menit kemudian kurasakan cairan spermaku kan segera
muncrat.
“Bu…..akuuuu…..mauuuu….keluar……”, Crot….crottt…..crottt….cairan
spermaku keluar sangat banyak membasahi vaginanya dan tubuhku ikut
mengejang-ngejang saat cairan spermaku keluar.
Tubuhku lemas terkapar diatas tubuh Bu Lilis dan kontolku
masih tertancap didalam vaginanya hingga kurasakan cairan sisa-sisa spermaku
keluar meleleh membasahi selimut dan piyama satin yang tehamparan diatas rumput
tempat kami mengadu kenikmatan.
“Andre, kalau kurang puas, nanti lanjutkan di rumah aja ya”.
“Iii… iya Bu”, kucambut kontoku sambil kugesek-gesek
dibagian atas perut Bu lilis hingga sisa spermaku tampak menempel diatas gesekan
kain satin dasternya.
“Udaaahhh…dong jangan digesek disitu kalau belum puas
dirumah aja Andree”.
“Iya Bu jadi ketagihan lagi Bu….habis punya ibu enak banget”.
Sebenarnya saat aku melakukan hubungan seks dengan Bu Lilis ada
yang kutakutkan pada posisi itu. Aku takut
ada karyawan Bu Lilis yang lewat lalu memergoki kami sedang beginian. Untungnya
Bu Lilis tak kuat lama – lama untuk melakukan hubungan seks denganku. Hanya
belasan menit dia mengayun bokongnya. Lalu menggelepar dan ambruk.
“Baru kali ini aku main sama kamu belum apa-apa sudah keluar
Andre”, katanya
“Iya Bu”.
“Nanti lanjutin di rumah ya,” ucap Bu Lilis sambil membetulkan celana dalamnya yang terseret ke
samping. Kemudian duduk di atas selimut yang dihamparkan itu.
Aku pun segera membetulkan letak celana dalam dan celana Traningku,
lalu duduk di samping Bu Lilis. Kemudian kami membicarakan masalah lahan di
bukit dan sekitarnya itu. Memang tampak seperti hutan yang tidak terurus. Dan
Bu Lilis memasrahkan padaku untuk mengelola bukit itu menjadi lahan yang
produktif. Jangan sekadar ditumbuhi oleh pohon kayu murahan dan rumput liar
belaka. Aku menyanggupinya. Untuk mengubah bukit dan lahan di sekitar
lerengnya, tanpa mengganggu eko system agar tidak terjadi erosi.
Setelah membahas masalah pendayagunaan lahan tidak produktif
itu, kami pun pulang lagi. Di jalan menuju pulang, masih sempat Bu Lilis
berkata,
“Nanti setelah makan malam, kuncikan dulu pintu kamarmu.
Kemudian naik lift ke lantai tiga ya.”
“Iya Bu.”
“Kamu akan menjadi orang kesayanganku Andre. Kamu sudah siap
kusayangi sebagai kekasih tercintaku?”
“Siap Bu.”
“Apakah aku cukup memenuhi syarat untuk dijadikan
kekasihmu?”
“Sangat memenuhi syarat. Ibu bukan hanya cantik tapi juga
seksi. Kebetulan aku memang pengagum wanita setengah baya pula. Jadi… heheheee…
kalau Ibu berkenan, dijadikan suami Ibu pun aku mau.”
“Gak usah jauh - jauh dulu mikirnya. Biar bagaimana aku juga
tau diri. Usia kita terlalu jauh bedanya. Yang penting kamu bisa selalu memuasi
hasrat birahiku, sudah cukup bagiku”
“Jadi kita menjalin hubungan rahasia duluaaja Bu?”
“Iya. Kata orang hubungan gelap justru lebih nikmat daripada
hubungan suami – istri”.
“Iya Bu”.
“Ingat ya… nanti setelah makan malam masuk ke dalam kamarmu.
Tutup dan kunci pintu kamarmu. Kemudian pakai lift naik ke lantai tiga, itu
langsung ke dalam kamarku.”
“Iya Bu.”
Beberapa saat kemudian kami tiba di rumah. Bu Lilis masuk
lewat pintu belakang, sementara aku masuk lewat pintu depan, kemudian masuk ke
dalam kamarku. Memang pagi itu agak letih juga sehabis jalan kaki naik dan
turun dari bukit itu dan bermain seks dengan Bosku. Tapi aku menyempatkan diri
untuk duduk di belakang meja kerjaku, menyalakan computer dan meneliti line
perusahaan Bu Lilis. Tentu saja dengan password yang sudah diberikan oleh Bu Lilis,
sehingga aku bisa membuka situs punya perusahaan Bu Lilis.
Dari lalu lintas keuangannya aku mulai bisa menilai betapa
besarnya omzet agro bisnis punya Bu Lilis itu. Kelak harus aku yang memeriksa
dan mengatur semuanya ini. Dengan kata lain, usaha Bu Lilis itu bukan main -
main. Meski beliau tinggal di pedesaan begini, omzet harian perusahaannya sudah
milyaran. Bukan hitungan juta lagi.
Tiba - tiba terdengar bunyi ketukan di pintu kamarku. Lalu
aku membuka pintu itu. Seorang pembantu membungkuk sopan sambil berkata.
“Ibu sudah menunggu di ruang makan, untuk makan siang Den.”
“Oh iya. Terima kasih,” sahutku sambil menutupkan pintu dan
melangkah menuju ruang makan.
Di ruang makan Bu Lilis sudah menungguku. Senyumnya tampak
ceria ketika aku sudah menghampirinya di ruang makan yang segalanya serba mewah
itu. Kemudian aku duduk berhadapan dengan Bu Lilis, terbatas oleh meja makan.
“Kepada semua pembantu di sini, aku sudah bilang bahwa Andre
itu tangan kananku. Orang kepercayaanku. Makanya mereka pasti takut - takut
kalau sudah berhadapan denganmu.”
“Iya Bu. Aku memang sudah siap untuk menjadi tangan kanan
Ibu,” sahutku.
“Nggak sia - sia aku menunggu kedatanganmu selama berbulan -
bulan. Karena ternyata kamu adalah orang yang kuinginkan dalam segala hal,
termasuk dalam masalah pribadiku.”
“Iya Bu. Terima kasih atas kepercayaan Ibu padaku. Semoga
aku bisa menjaga kepercayaan Ibu sampai kapan pun.”
“Ohya… kamu harus bisa merencanakan gebrakan baru dalam agro
bisnis kita Andre. Jangan sekadar mengandalkan yang sudah berjalan saja.”
“Iya Bu. Maaf… apakah Ibu punya izin impor buah - buahan?”
“Oh… belum punya Bon. Kamju bisa mengurus izinnya kan?
Memang bagus tuh. Masayarakat perkotaan kan lebih suka makan buah impor. Boleh
direncanakan dan dilaksanakan soal impor itu Andre, Senang aku mendengar idemu
itu.”
“Iya Bu. Kita bisa sebar buah - buahan impor itu ke setiap
kota besar di Indonesia.”
“Iya, iya iyaaa… kamu sudah mengobarkan semangat baru di
hatiku Andre.”
Kemudian kami makan siang bersama. Sambil makan pun aku
mengungkapkan beberapa rencana bisnis yang semuanya disetujui oleh Bu Lilis.
Namun aku tak bisa mengungkapkan jenis bisnisnya secara mendetail, karena
termasuk rahasia perusahaan. Yang jelas, semuanya bisnis legal. Bukan bisnis
abu - abu, apalagi bisnis hitam.
(BERSAMBAUNG KE PART KE-2)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar